Monday, August 11, 2008

Jadilah gelas kosong

Jadilah gelas kosong, itulah pesan seorang eks sales manager nasional berbagai perusahaan top di Indonesia dengan salah satu reputasinya sebagai "Top 5 besar branding se-Asia-Pasific" .

Sore itu, kami bertiga tidak akan pernah melupakan pelajaran berharga dari beliau, sebuah training aplikatif pertanyaan kami kepada beliau tentang rahasia kesuksesannya.

Cukup lama beliau berpikir hingga mengatakan "Coba Anda keluar (turun ke bawah) dan lihat ada apa di depan kantor saya". Pertanyaan ini di ulang hingga beberapa kali, dan baru saya sadar kalau ini bukan pertanyaan retorika (pertanyaan yg tidak butuh jawaban).

"Maaf, ini perintah atau pertanyaan retorika Pak ?', tanya saya memastikan.

Beliau menjawab, "Saya tidak sedang berbicara dengan OB (Office Boy), tapi dengan orang di level structural seperti anda. Kalau pertanyaan saya jelas “Do atau kerjakan” kalau masih belum jelas saya akan ulangi lagi. Bos-bos Pertamina saja saya minta begitu langsung jalan.

”Jelas Pak”, sahut saya (sambil menjelaskan kalau tadi saya hanya membayangkan ketika turun ke bawah dan melihat situasi di luar).

Saya lantas beranjak pergi keluar sambil bertanya-tanya maksud pertanyaan dan perintah tadi. Tanpa saya sadari 2 orang rekan dalam satu ruangan juga diminta melakukan hal yang sama (seorang di antaranya calon staf struktural di kantor itu).

Setelah melihat-lihat situasi diluar, kami kembali ke ruangan dan masing-masing diminta menjawab pertanyaan tadi. Dari penjelasan kami bertiga, beliau terlihat tidak antusias dan meminta salah seorang OB untuk melakukan hal yang sama sebagai jawaban pembanding.

Jawaban dari OB “Di depan kantor Bapak ada 4 sepeda motor, pot bunga, toko kue, dlsb …”. Takjub, jawaban sederhana ini yang dibenarkan oleh beliau.

Lantas kami bertiga ditanya lagi, jawaban mana yang benar ?

Kami bertiga mengakui jawaban sederhana dari OB ini yang benar dan jawaban kami bertiga tidak tepat sasaran (kami menjawab salah satunya banyak orang diluar melakukan aktivitas dengan fokus, baik tukang parkir, sopir, orang yang sedang telp, dlsb yang intinya njlimet).

Moral cerita :

1. Dengar dan jalankan perintah (bukan dengar dan persepsikan sendiri perintah).

Ini agar tidak terjadi miskonsep antara Blue Print perusahaan dengan implementasi dilapangan karena masing-masing orang sudah mempersepsikan berbeda-beda.

2. Jangan Sombong.

Menjalankan perintah sederhana yang terkesan aneh dari orang lain akan muncul rasa berontak antara patuh pada perintah atau gengsi menjalankan perintah. Ditambah banyak pasang mata melihat aksi kami seperti tidak lazim dilakukan.

Kami bertiga sadar sudah terjebak dengan perintah sederhana namun kami tangkap dengan sangat rumit. Mungkin saja kami “sudah merasa berisi” sehingga banyak pemikiran/ide, inisiatif, konsep, dan teori yang sudah mencemari pikiran sehingga tak lagi bersih seperti awal. Seorang anak kecil yang ditanya cita-citanya dengan cepat akan menjawab “ingin jadi Polisi, Dokter, atau Presiden” tapi giliran kita ditanya cita-cita tak jarang kita masih berpikir panjang. Hal itu karena anak kecil ibarat gelas yang masih kosong. Rahasia kesuksesan yang beliau pegang kalau kita bisa jadi gelas kosong yang selalu siap untuk diisi. Bandingkan dengan gelas yang selalu berisi penuh, kalau dituang air maka akan tumpah. Sama dengan pikiran kita, kalau merasa sudah berisi, pendapat, saran, gagasan dan nasehat

yang baik pun akan mental karena sudah merasa berisi. Disaat masih berupaya untuk interospeksi diri dari kesombongan, kami sudah diperintah lagi melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya.

“Coba kalian keluar lagi (turun ke bawah) dan lihat lagi ada apa di depan kantor saya ?".

Apa yang ada dipikiran kita kalau diperintah sama dengan jawaban yang sudah sangat jelas ?

Mungkin saja bathin ini akan berontak (dengan bertanya atau meminta penjelasan), tapi bisa saja itulah bentuk kesombongan berupa benih-benih halus yang hampir tidak kita sadari. Kami bertiga lantas beranjak keluar kantor lagi, mengamati obyek-obyek di depan

kantor lagi, di saat banyak pasang mata mengamati kami. Iyaa, benar …. mungkin kata yang tepat untuk kami saat itu terlihat “GILA”, tapi tak apalah karena kami sedang belajar mengikis habis kesombongan. Dengan berbagai gaya dan bahasa tubuh seakan-akan tidak sedang terjadi apa-apa, kami kembali ke lantai atas dan bertemu lagi dengan beliau.

“Sekarang, apa yang kalian lihat ?”, Tanya beliau.

Sambil menunggu giliran menjawab, saya sempat berpikir teka-teki apa lagi nih ? …

N’tar dikasih jawaban betul ternyata salah, mau dikasih jawaban salah ? masa’ iya sih kasih jawabanya salah ?!!.

Akhirnya satu persatu kami menjawab, ada yang melengkapi jawaban OB, ada yang mengurangi jawaban namun melengkapi disisi yang lain dan jawaban lainnya yang intinya dari ketiga orang tidak ada jawaban yang sama persis. Beliau pun tersenyum ….. itulah fakta, Anda dikasih pertanyaan yang sudah jelas dengan jawaban yang juga sudah jelas, jawaban yang Anda berikan masih saja berbeda-beda. Kalian 3 orang yang berbeda, dan tidak mungkin sama.

Moral cerita :

3. Hargai Perbedaan.

Setiap manusia dilahirkan berbeda-beda bahkan untuk perintah dan jawaban yang sudah jelas pun kami bertiga tidak memberikan jawaban yang sama persis. Ituah pentingnya memahami perbedaan, terutama bagi person yang diberi amanah untuk memimpin suatu kelompok baik dalam organisasi kecil maupun besar. Tidak ada kata-kata lagi yang bisa kami ucapkan saat itu kecuali pernyataan setuju.

4. Bisa Memberi dan Mau Menerima.

Dengan perbedaan kita dituntut untuk saling bisa mengisi baik ide/gagasan, pendapat maupun kritikan. Karena tidak ada manusia yang sempurna. Point ini menjadi salah satu dari kesuksesan beliau. Sejenak suasana larut dalam keheningan, tiba-tiba beliau bertanya lagi. “Apakah anda tadi melihat Antenna CB, Antenna Parabola dan Pesawat Terbang ?”.

Hmm, …. dalam benak kami bertiga mungkin serentak menjawab, aneh-aneh saja pertanyaannya ? .. hiks. Namun jawaban kami variatif, a.l. ada yang menjawab “saya mungkin bisa melihat antenna CB atau Parabola tapi tidak mungkin melihat pesawat terbang (jfi : di kota kecil tempat kami hanya ada 1 penerbangan ke Jakarta, itu pun hanya dipagi hari dan hampir tidak pernah terlihat Pesawat Terbang melintas). Jawaban yang lain, kami tidak melihat antenna CB atau Parabola tapi melihat gambar Pesawat Terbang di salah satu kios penjualan tiket pesawat …. hiikkss ... “Coba, kalian jalan ke ujung dan lihat dari jendela keluar, apakah ada yang saya sebutkan tadi ?”, seru beliau.

Kami bertiga lagi-lagi harus ber-olahraga ringan (lari-lari kecil) untuk mematuhi perintah beliau. Tiga pasang mata melihat ke arah luar jendela dan “surprise” !!

Dari lantai 2 terlihat jelas sebuah antenna parabola dan antenna CB. Dan, kedua antenna ini sama sekali tidak akan terlihat dari lantai 1 karena posisinya terhalangi dan berada di atap gedung. Dalam hati kami malu, tapi mengakui kalau pernyataan kami tentang antenna telah salah. Namun, bagaimana dengan pesawatnya yah ?

Sejenak kami sempat berdiskusi dan akhirnya sepakat tidak melihat adanya pesawat terbang, Memang seperti sebuah teka-teki, tapi apa kami harus menjawab hal yang tidak kami ketahui ? Ngga’ men ?!! …. Apapun harus dihadapi dengan gentle ….

Akhirnya kami kembali lagi ke ruangan beliau. Masing-masing dari kami pun ditanya lagi satu per-satu. Semua sepakat melihat antenna, namun tidak melihat pesawat terbang. Beliau meneruskan bertanya dan menjawab sendiri pertanyaannya.

“Coba Anda naik ke atap kantor ini dan lihat ke arah barat. Anda akan melihat sebuah Pesawat Terbang di ujung jalan”.

Kami sadar yang dimaksud ternyata sebuah “monumen Pesawat Terbang” yang berada sekitar 1 km dari tempat kami berada. Sebuah pesawat tempur yang menurut prediksi hasil lucutan tentara Jepang kala di masa penjajahan. Kami terdiam seribu bahasa, menyadari kebodohan kami bertiga yang selama ini telah dibutakan oleh banyak hal. Mungkin saja, secara teoritis kami mengetahui banyak hal sisi manajemen atau manajerial tapi belum sampai pada taraf memahami betul dalam aplikasi nyata.

Moral cerita :

5. Be Positif.

Setiap orang dianugerahi kemampuan untuk memandang, namun kemampuan cara memandang setiap orang bisa berbeda-beda. Ada orang yang bisa memandang lebih jauh dan luas, namun ada juga yang hanya bisa memandang jarak dekat. Dari contoh kisah di atas, kita bisa membuat komparasi sebagai berikut :Kami bertiga tidak mampu melihat antenna CB dan antenna parabola dari lantai 1, namun beliau sudah mengetahui terlebih dulu bahwa perangkat-perangkat tersebut akan terlihat dari lantai 2. Kami bertiga tidak mampu melihat Pesawat Terbang dari lantai 2, namun beliau pun sudah mengetahuinya terlebih dulu dengan melihatnya dari atap gedung kantornya.

Artinya bahwa seorang yang mempunyai kelebihan dalam cara memandang di antara orang-orang dalam satu kelompoknya akan diangkat menjadi pemimpin karena tentu memiliki kemampuan lebih dibanding yang lain. Seorang pemimpin diibaratkan sedang naik tower, maka akan terlihat benda A, B, C mungkin hingga … Z yang jaraknya hingga jauh dibandingkan dengan staf lain yang rutinitasnya berada di lantai 1. Mungkin di depan kantornya hanya akan terlihat sepeda motor, mobil, pot bunga, customer atau calon customer, dan lainnya, namun tidak bisa melihat detail hingga …. Z.

Untuk itu, kepada pimpinan kita di lingkungan manapun hindari prasangka buruk karena perintah atau himbauannya, arahan atau nasihatnya, koreksi atau bimbingannya sudah melalui tahapan proses. Kita tidak pernah menduga kalau akan ada “Pesawat Terbang lain” di kantor kita …

So …. Be Positif ke pimpinan kita.

6. Selalu Belajar dan Upgrade Knowledge.

Ketika Anda di beri amanah untuk memimpin sebuah organisasi baik skala makro maupun mikro, hal yang perlu ditekankan adalah selalu belajar dan senantiasa mengupgrade ilmu. Cerita komparasi diatas sudah cukup jelas, bahwa seorang pemimpin dituntut memiliki pandangan dan pengetahuan lebih jauh dan luas. Seorang pimpinan tidak akan pernah tahu kalau akan ada pesawat terbang lain jika tidak ada upaya untuk selalu belajar dan mengupgrade ilmu.

7. Lihat dengan Detail dan Teliti.

Di sesi “Dengar dan jalankan perintah” kami tergelitik untuk menanyakan hal yang satu ini. “Apakah kita harus menjadi staf seperti robot yang hanya mendengar dan menjalankan perintah tanpa ide dan kreativitas apapun ?”. Beliau menjawab, Tidak.

Justru harus menjalankan perintah dengan detail dan teliti. Contoh jawaban yang detail untuk perintah "Coba' Anda keluar (turun ke bawah) dan lihat ada apa di depan kantor saya ?”.

Di depan kantor Bapak ada :

- Dua buah pot bunga warna …. dan …. Masing-masing ditanami bunga …. dan …..

- Empat buah sepeda motor berbagai merk a.l. ……… diparkir berjajar.

- Satu buah Mobil merk …… warna …… diparkir di sebelah ruko.

- Sebuah toko yang menjual aneka roti dengan brand …. bercorak warna …. Khas menyambut acara bulan Pebruari, dan sebagainya. Bandingkan dengan jawaban sebelumnya Dua pot bunga, 4 Sepeda Motor, Toko kue, seperti uraian di atas.

Ungkapan Martin Luther King “Jika seorang terpanggil menjadi tukang sapu jalan, hendaklah ia menyapu jalan sebagaimana Michael Angelo melukis, atau Beethoven menciptakan musik, atau Shakespeare menulis puisi. Hendaknya ia menyapu jalan dengan sangat baik sehingga segenap isi surga dan bumi serentak menghentikan kegiatan mereka dan berkata, disini tinggal seorang penyapu jalan yang agung yang menjalankan tuasnya dengan sangat baik”.

Sore itu, kami telah banyak belajar dari seorang konsultan bertarif Rp. 2,5 juta per satu sesi (selama 3 jam) atau Rp. 6 juta plus workshop, namun kami mendapatkannya dengan gratis. Beliau telah melejit dan sukses, mengelola uang trilyunan di Perusahaan, mengubah taraf hidup karyawan di Perusahaan tempat beliau berkerja, membuat bos-bos senang dan karyawan pun riang, namun tetap rendah hati. Bagi kita yang pernah membaca atau mempelajari rumus sukses jangka panjang versi KUBIK Leadership, beliau seorang yang memiliki “Tobe” dan “Valensi” tinggi serta “To Have” yang rendah sebagaimana cerita sukses bos-bos Jepang. Hanya sepeda motor yang selalu mengantar setiap aktivitasnya, hanya rumah paling sederhana di komplek yang dia tinggali saat ini, namun beliau memiliki 30 anak asuh yang selalu menerima uluran tangannya.

Sepuluh kiat sukses menurut pakar Branding dan Konsultan Manajemen ini akan lebih mudah ditemukan 3 kekurangan lainnya manakala kita telah menjadi seorang yang “rendah hati”.

Januari 2007

dikisahkan oleh: Anang Tripambudi

No comments: